Masalah Kesenjangan Keahlian dalam Pengembangan Kawasan Industri dan Hilirisasi

Posted by

Kesenjangan Keahlian Kawasan Industri Hilirisasi

Kesenjangan keahlian dan keterampilan antara kebutuhan industri dengan ketersediaan tenaga kerja masih belum linear. Perlu solusi dan kebijakan seluruh pemangku kepentingan untuk pengembangan kawasan industri dan program hilirisasi.

Pandemi Covid-19 menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat melambat. Dibutuhkan upaya ekstra untuk mengakselerasi pertumbuhan dan mencapai cita-cita Indonesia Emas 2045. Dengan kebutuhan tersebut, transformasi ekonomi semakin tinggi urgensinya. Proses industrialisasi pada sektor industri pengolahan atau manufaktur merupakan salah satu pendorong transformasi ekonomi yang meningkatkan nilai tambah produksi dan kesejahteraan.

Menyikapi situasi ini, Indonesia Development Forum (IDF) 2022 mengangkat tema “Indonesia’s Future Industrialization Paradigm: Value Creation and Adaptive Capacity for Socio-Economic Transformation”. Tema ini merupakan salah satu bentuk penerjemahan dari semangat pembangunan Indonesia melalui transformasi ekonomi, sebagaimana diarahkan oleh Bapak Presiden RI dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. IDF 2022 diharapkan dapat melahirkan gagasan-gagasan baru tentang peningkatan kapasitas industri Indonesia di masa depan dalam menciptakan nilai tambah dari sumber daya yang dimiliki (Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia) serta merespons perkembangan pasar yang dinamis dan siklus perkembangan teknologi yang berlangsung semakin cepat. Strategi industrialisasi dalam rangka transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan diarahkan melalui peningkatan produktivitas, investasi dan ekspor industri. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya melalui peningkatan keterampilan dan kompetensi tenaga kerja, serta pengembangan kawasan industri.

Dalam RPJMN 2020-2024, pengembangan kawasan industri diutamakan pada 9 Kawasan Industri prioritas dengan fokus pada percepatan penyediaan sarana penunjang, fasilitasi perizinan, peningkatan investasi, revitalisasi pasca bencana, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), serta penyiapan sumber daya manusia yang terampil dan berdaya saing. Kawasan industri menjadi sarana pendorong hilirisasi industri SDA untuk penciptaan nilai tambah yang tinggi sehingga memenuhi standar dan kualitas untuk berpartisipasi dalam rantai pasok global. Pada 2021, jumlah kawasan industri prioritas bertambah dengan penyiapan Kawasan Industri Subang dan Kawasan Industri Terpadu Batang. Tentunya hal tersebut diharapkan mampu meningkatkan target kontribusi PDB industri pengolahan sebesar 21 persen serta kontribusi tenaga kerja sektor industri sebesar 15,7 persen pada 2024.

Baca juga :  Transformasi Digital dalam Pengembangan Kawasan Industri Hijau

Ada beberapa isu dari berbagai aspek yang menjadi tantangan pengembangan SDM dalam peningkatan produktivitas, khususnya di pusat-pusat aktivitas industri. Tingkat pendidikan tenaga kerja sektor industri nasional masih didominasi lulusan berpendidikan rendah yang terdiri atas lulusan SD (23%) dan SMP (21,68%), sedangkan tenaga ahli di Indonesia hanya tersedia sebanyak 13,4 juta orang atau sekitar 10,7% dari total tenaga kerja. Pada kasus nasional secara umum, lulusan SMK menjadi penyumbang terbesar tingkat pengangguran terbuka.

Kesenjangan keahlian dan keterampilan antara kebutuhan industri dengan ketersediaan tenaga kerja saat ini menjadi salah satu isu yang perlu diselesaikan. Bidang keahlian yang tersedia di SMK masih belum linear dengan kebutuhan industri, terutama dengan industri yang akan melakukan investasi di Indonesia. Kapasitas pelatihan yang dimiliki Balai Latihan Kerja (BLK) juga belum memenuhi standar kebutuhan industri sehingga tidak dapat memfasilitasi sertifikasi calon tenaga kerja yang sesuai. Kebutuhan terhadap SDM berkualitas sangat tinggi, terutama mereka yang tidak hanya terampil dalam hard skill, tapi juga memiliki keterampilan pada sisi soft skill, seperti budaya dan etos kerja, agar dapat berkontribusi secara maksimal saat bekerja di industri.

Berbagai pemangku kepentingan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, industri serta masyarakat umum berpartisipasi aktif menyampaikan berbagai solusi baru sebagai usulan kebijakan yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan dokumen perencanaan jangka menengah maupun panjang. Kolaborasi pemangku kepentingan, baik pemerintah, swasta, akademisi, maupun komunitas perlu diperkuat untuk menciptakan ekosistem industri yang inklusif dan menyasar pada pertumbuhan yang berkelanjutan, termasuk di dalamnya penumbuhan SDM yang terampil, inovatif dan produktif.

Kementerian Perindustrian menyampaikan informasi tentang lembaga vokasi yang dimiliki pada jenjang SMK, Politeknik, dan Akademi Komunitas, yang dirancang dengan spesialisasi berbasis kompetensi dan link and match dengan industri, serta dilengkapi workshop, laboratorium, teaching factory, serta Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan Tempat Uji Kompetensi (TUK). Lulusan mendapat ijazah dan sertifikat kompetensi serta terserap 100% di industri dengan masa tunggu maksimal 6 bulan. Salah satu program yang tersedia adalah Pelatihan Industri Berbasis Kompetensi 3-in-1 yang mencakup pelatihan, sertifikasi kompetensi, dan penempatan kerja. Penyusunan kurikulum dan modul didesain hingga penyelenggaran workshop mesin dan peralatan dilakukan bersama dengan industri untuk memenuhi kebutuhan industri.

Baca juga :  Ragam Teknologi eLearning Untuk Pelatihan dan Pengembangan Karyawan

Program kerja sama pelatihan kompetensi dan penempatan kerja harus menyediakan informasi dari industri terkait jumlah kebutuhan tenaga kerja serta jenis keterampilannya. Informasi tersebut akan menjadi basis bagi penyiapan pelatihan yang sesuai. Pemetaan kebutuhan industri ini perlu dilakukan di tingkat pusat dan daerah untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai permintaan dan penyediaan  tenaga kerja, serta memetakan kontribusi yang dapat diberikan oleh masing-masing pemangku kepentingan.

Pemerintah dapat berperan dengan melakukan intervensi kebijakan melalui investasi padat karya dan perbaikan iklim investasi, serta melalui peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan dan pelatihan vokasi, termasuk penyiapan dan peningkatan kapasitas instruktur, penyediaan dukungan peralatan, dan kerja sama dengan dunia usaha dunia industri. Pemerintah juga dapat menyediakan platform komunikasi dan informasi antara industri dan program penyiapan tenaga kerja. Demikian juga kurikulum perlu disesuaikan dengan kebutuhan industri. Sebagai timbal balik, industri juga perlu hadir dalam lembaga pendidikan dan pelatihan untuk secara berkala mengevaluasi program yang diberikan.

Di sisi lain, pemerintah daerah perlu menyesuaikan kebijakan lain yang terkait, terutama mengingat kewenangan terhadap pendidikan tingkat SMK ada pada pemerintah daerah. Salah satunya adalah menghidupkan sektor-sektor lain pendukung sektor industri, seperti sektor pariwisata dan kewirausahaan, sebagai alternatif penyerapan tenaga kerja dan peningkatan produktivitas daerah. Salah satu yang perlu segera difasilitasi adalah kebutuhan transisi tenaga kerja melalui reskilling dan/atau upskilling.

IDF 2022 akan membawa seluruh temuan isu, tantangan serta alternatif solusi yang telah dibahas sebagai masukan untuk merumuskan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan dalam mendorong produktivitas nasional dan regional. Bappenas juga akan mengawal hasil diskusi tersebut sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan pembangunan nasional, khususnya terkait industrialisasi.**